Selasa, 01 Januari 2008

MENJADIKAN ORANG LAIN BERTUMBUH

Posted by WAHYU KRISNANTO 07.25, under | No comments


Sering kita berpikir, “apa keuntungan yang akan SAYA peroleh dari menolong orang lain bertumbuh ?”. Pemikiran tentang motivasi ini merupakan sebuah kecenderungan yang hampir selalu hinggap dalam alam berpikir kita ketika hidup bermasyarakat. Kecenderungan alami kita adalah pertama-tama memikirkan kepentingan diri sendiri, yaitu memandang segala sesuatu dari perspektif kebutuhan dan keinginan kita sendiri. Kita dapat mulai memikirkan kepentingan utama orang lain, yang berupa keinginan, urusan, dan kebutuhan mereka.

Dengan memiliki sikap ”memberi diri”, berarti kita menjalankan keteladanan yang telah dilakukan oleh Yesus, karena dalam perjalanan hidup-Nya memang senantiasa lebih memikirkan orang lain daripada diri-Nya sendiri. Dia telah merendahkan diri-Nya dan "taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib".

Dengan demikian, kita perlu bertanya kepada diri sendiri: Apakah kita menganggap kepentingan orang lain lebih penting daripada kepentingan kita? Apakah kegembiraan yang kita rasakan saat melihat Tuhan bekerja di dalam dan melalui mereka, sama besarnya dengan kegembiraan yang kita rasakan saat Tuhan bekerja di dalam dan melalui diri kita?
Apakah kita rindu untuk melihat orang lain bertumbuh di dalam kasih karunia dan mendapatkan pengakuan dari orang lain, padahal mereka berhasil karena usaha yang telah kita lakukan? Apakah kita merasakan kepuasan ketika melihat anak-anak rohani kita mengungguli kita dalam pekerjaan yang menjadi panggilan mereka? Jika ya, itulah yang menjadi ukuran kebesaran seseorang.

Kita menjadi sangat serupa dengan Tuhan apabila kita lebih memikirkan orang lain daripada diri sendiri.

Minggu, 30 Desember 2007

KESEDERHANAAN ANGKA NOL

Posted by WAHYU KRISNANTO 07.43, under | No comments


Suatu hari, angka 0 hingga 9 mengadakan pertemuan untuk membahas rencana pelaksanaan program Matematika yang akan diselenggarakan di sebuah sekolah dasar. Untuk melaksanakan program Matematika tersebut, diperlukan seorang pemimpin yang diambilkan dari angka-angka tersebut. Setiap angka diberikan kesempatan untuk mengkampanyekan dirinya.

Angka 1: “Aku adalah angka terhebat, karena semua murid di sekolah ini ingin menjadi murid nomor 1”.
Angka 2 : “Sebenarnya akulah yang lebih hebat dari nomor 1, karena setiap murid terbaik di sekolah ini ketika diberikan penghargaan selalu mengangkat kedua jarinya membentuk V (victory) yang artinya kemenangan”.
Angka 3: “Dari kedua angka terdahulu (angka 1 dan 2), akulah yang terhebat. Umat Hindu selalu menyebut namaku untuk dewa junjungannya (TRIMURTI). Demikian pula dengan umat Katolik yang menyebut Allahnya sebagai Tri Tunggal Maha Kudus (Allah, Bapa dan Putera).
Angka 4: “Sebenarnya akulah yang terhebat, karena setiap murid di sekolah dasar ini ketika berkemah atau bepergian selalu berpedoman pada aku sebagai empat penjuru (Utara; Selatan; Timur dan Barat).
Angka 5: “Ha....ha......, keempat angka itu hanya bermimpi. Akulah yang terhebat, karena aku dipakai sebagai pedoman hidup dan bernegara bangsa Indonesia yaitu PANCASILA”.
Angka 6: “Sejujurnya akulah yang terhebat, karena Tuhan berkarya menciptakan dunia seisinya selama 6 hari”.
Angka 7: “Akulah angka terhebat, karena 1 minggu ada 7 hari. Tuhan berhenti berkarya menciptakan dunia pada hari ke 7”.
Angka 8: “Akulah angka yang hebat sebab seluruh penjuru mata angin ada 8 arah”.
Angka 9: “Wahai teman-temanku semua, walaupun engkau berkampanye menjadi yang terhebat. Akulah yang paling hebat, karena aku adalah angka terbesar di antara kalian”.
Setelah angka 1 hingga 9 mengkampanyekan dirinya, kemudian majulah angka 0. Angka tersebut maju ke mimbar untuk mengkampanyekan dirinya sambil berjalan tertatih-tatih dan berkata:
Angka 0: “Aku adalah angka yang tidak berguna. Aku hanyalah angka ikutan atau pendamping, bukan seperti angka-angka tadi yang sangat hebat, tetapi apabila aku dipasangkan dengan angka-angka hebat tadi (1 sampai dengan 9) maka semakin besarlah nilai angka tersebut. Semakin banyak aku didampingkan dengan mereka semakin besar nilainya”.

REFLEKSI:
Terkadang kita berpikir atau memiliki harga diri seperti angka 1 sampai dengan 9, yang merasa hebat dan hanya berpikir untuk diri sendiri. Kita terkadang berpikir untuk kesuksesan diri sendiri tanpa mau bersikap menjadi seorang pendamping yang akan “membesarkan” kemampuan atau ketrampilan teman atau bahkan bawahan/pegawai kita. Kesombongan atau keangkuhan kita melihat orang lain (entah teman kerja atau bawahan) lebih rendah kemampuannya dari kita, hanya akan mengecilkan kemampuan organisasi atau perusahaan kita.

Belajarlah kita seperti angka 0 yang berpikir selalu sebagai pendamping yang mau untuk melakukan pembelajaran bagi orang lain dan bekerjasama dengan orang lain sehingga dapat menciptakan kekuatan yang sangat dahsyat.