Selasa, 11 Desember 2007

INISIATIF , KUNCI SUKSES PEMIMPIN

Posted by WAHYU KRISNANTO 00.33, under | No comments

Salah satu faktor yang menentukan sebuah kesuksesan adalah
inisiatif. Seorang pemimpin yang berinisiatif tidak akan menunggu
sampai sesuatu terjadi; ia ikut andil dalam membuat sesuatu terjadi.
Ia tidak tinggal diam, melainkan melakukan sesuatu. Itulah salah
satu alasan mengapa beberapa orang memilih untuk mengikuti pemimpin.
Salah satu nilai penting yang harus dimiliki oleh pemimpin adalah
inisiatif.

Dalam Alkitab, terdapat banyak sekali contoh orang yang berinisiatif
dalam menuntaskan tujuan Allah dalam hidup mereka. Misalnya, Daud
memilih Yoab sebagai jendral karena ia memiliki inisiatif. "Daud
telah berkata: 'Siapa lebih dahulu memukul kalah orang Yebus, ia
akan menjadi kepala dan pemimpin.' Lalu Yoab, anak Zeruya, yang
menyerang lebih dahulu, maka ia menjadi kepala." (1Taw. 11:6).
Yesaya juga berinisiatif untuk memberitakan Injil kepada
generasinya. "Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: 'Siapakah yang
akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?' Maka sahutku:
'Ini aku, utuslah aku!'" (Yes. 6:8).

Inisiatif jelas merupakan sebuah kualitas dasar kepemimpinan.
Bayangkan jika ada sebuah badai salju di malam sebuah persekutuan
doa. Beberapa orang yang beriman datang ke gereja, membuka pintu
gereja, menyalakan lampu, dan menunggu pendetanya datang. Tanpa
sepengetahuan mereka, ternyata pendetanya terhambat oleh badai salju
dan berusaha keras agar mobilnya dapat bergerak. Ia meminjam sekop
dan menggali salju yang menutupi roda-roda mobilnya. Ia minta tolong
dua anak muda untuk membantu mendorong mobilnya, namun tak berhasil
jua. Mobilnya tak bergerak, dan ia semakin terlambat.

Sementara itu, di gereja orang-orang bertanya-tanya apa gerangan
yang terjadi pada pendeta mereka, dan duduk melingkar menunggu
persekutuan doa dimulai. Akhirnya, salah satu dari orang-orang itu
berdiri dan mengusulkan untuk menaikkan satu atau dua lagu pujian
sambil mereka menunggu. Ia pun kemudian memimpin pujian. Dalam
ilustrasi itu, tidak penting apakah orang itu pernah memimpin pujian
sebelumnya atau tidak; ia telah menjadi pemimpin saat itu. Ia
mungkin saja tidak kompeten dalam memimpin pujian. Ia juga mungkin
tidak tahu bagaimana memimpin pujian. Dengan mengambil inisiatif
untuk berdiri saja, ia sudah menjadi seorang pemimpin. Tidak peduli
ia memimpin pujian dengan baik atau dengan buruk, ia adalah
pemimpinnya. Inisiatif adalah salah satu tanggung jawab besar dalam
kepemimpinan.

Tentu saja, setiap orang Kristen harus berinisiatif dalam melayani
Tuhan. Tokoh-tokoh Alkitab yang tidak pernah dikenal sebagai
pemimpin, sangat diberkati dan dipakai Tuhan hanya karena mereka
melayani Tuhan secara spontan.

Ribka menjadi suami Ishak dan "ibu jutaan orang" karena ia
berinisiatif untuk melayani pelayan Abraham. Ia menawarkan air yang
ada di buyung, tidak hanya untuk pelayan Abraham, tapi juga untuk
onta-ontanya, yang dilakukannya adalah sebuah pekerjaan besar; dan
sikapnya itu membuatnya menjadi istri pilihan bagi Ishak (lihat Kej.
24:14-21).

Seorang bocah laki-laki memiliki peran penting dalam sebuah mujizat
besar karena ia berinisiatif menawarkan makan siangnya untuk
membantu memberi makan banyak orang yang kelaparan (lihat Yoh.
6:9-11).

Namun, teladan terbesar dalam Injil adalah Allah sendiri. "Simon
telah menceritakan, bahwa sejak semula Allah menunjukkan rahmat-Nya
kepada bangsa-bangsa lain, yaitu dengan memilih suatu umat dari
antara mereka bagi nama-Nya" (Kis. 15:14). Jika Allah diam saja,
bangsa-bangsa itu tidak akan datang kepada-Nya, jadi Tuhan mengambil
inisiatif. "Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena
Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa" (Rm. 5:8).
Mengambil inisiatif adalah sebuah karakter yang ilahi.

Pemimpin harus siap untuk berinisiatif di banyak bidang. Salah
satunya adalah dalam bidang pelayanan. Rasul Paulus memperlihatkan
hal tersebut dengan jelas. Kapal yang ditumpanginya menuju Roma
terdampar di Pulau Malta. Penduduk asli pulau itu ramah, "Mereka
menyalakan api besar dan mengajak kami semua ke situ karena telah
mulai turun hujan dan hawanya dingin. Ketika Paulus memungut
seberkas ranting-ranting dan meletakkannya di atas api, keluarlah
seekor ular beludak karena panasnya api itu, lalu menggigit
tangannya" (Kis. 28:2-3). Di sini Paulus, seorang yang lebih tua,
mencari kayu untuk yang lainnya. Tidak diragukan lagi bahwa ia juga
sama lelahnya seperti yang lain, namun ia berinisiatif untuk
melayani yang lain, seperti yang Kristus telah lakukan saat Ia
menjadi manusia.

Pembimbing kelas Alkitab remaja di kota kami, seorang pemuda bernama
Mark Sulcer, adalah orang yang spesial. Ia mengantar para remaja ke
gereja dan acara-acara sekolah dengan mobilnya. Ia kemudian
membimbing mereka di kelas Alkitab. Ia selalu ada bagi para remaja
itu siang dan malam. Saya dapat melihat bahwa para remaja itu belum
pernah bertemu orang sepertinya dan sangat terkesan.

Ketika Natal tiba, dua remaja berencana memberi Mark sebuah hadiah.
Diam-diam mereka pergi ke pusat perbelanjaan dan mengatur semuanya.
Saat malam Natal, mereka memberikan hadiah yang telah mereka
persiapkan kepada Mark. Ia membuka kotak hadiah dan menemui sebuah
cangkir perak dengan tulisan: "Untuk pelayan teragung kedua di
dunia".

Teladan dan hidup Mark tertular kepada murid-muridnya dan memberikan
suatu pertumbuhan di daerahnya. Inisiatifnya berbuah.

Cara kedua mengambil inisiatif adalah mengambil langkah awal
rekonsiliasi. Ada dua contoh jelas dalam Alkitab mengenai hal ini.
"Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah
dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu
terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan
pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk
mempersembahkan persembahanmu itu" (Mat. 5:23-24). "Apabila
saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia
mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali" (Mat.
18:15). Jika Anda menyinggung saudara Anda dan Tuhan mengingatkan
Anda akan hal itu, Anda harus berinisiatif untuk mencari dan
kemudian meminta maaf kepadanya. Jika sebaliknya, seseorang
menyinggung Anda, Anda tetap harus berinisiatif untuk menemuinya dan
meluruskan masalahnya. Dalam kedua situasi itu, Anda harus menjadi
orang pertama pertama mengambil inisiatif!

Tentu saja hal itu adalah salah satu hal yang paling sulit untuk
dilakukan. Apalagi jika yang harus melakukannya adalah seorang
pemimpin. Beberapa misionaris bercerita kepadaku tentang perjuangan
mereka untuk melakukan hal itu selama mereka berada di ladang misi.
Gengsi adalah halangan terbesar. Saat mereka mau mengesampingkan
gengsi mereka dan mengambil inisiatif, Tuhan memberi mereka
sukacita, kelegaan, dan berkat.

Salah satu taktik setan adalah membuat pemimpin bepikir bahwa jika
ia merendahkan hatinya dan menghampiri bawahannya untuk meminta maaf
atau meluruskan masalah, bawahan itu akan memandang rendah dirinya.
Namun, hal seperti itu adalah hal yang benar untuk dilakukan. Saat
pemimpin mau merendahkan hatinya dan mengambil inisiatif, pemimpin
telah melakukan hal yang terbaik, dan orang lain tahu itu. Biasanya,
pemimpin yang seperti itu akan memiliki pengikut setia, sahabat, dan
penolong yang setia dalam pekerjaan.

Bidang ketiga di mana kita bisa berinisiatif adalah saat kita
mencari pengetahuan. "Rancangan di dalam hati manusia itu seperti
air yang dalam, tetapi orang yang pandai tahu menimbanya" (Mzm.
20:5). Pekerjaan seorang pemimpin itu kompleks dan ia tidak mungkin
tahu semuanya. Maka dari itu, ia harus mencari orang yang pandai dan
belajar dari mereka.

Lagi-lagi, gengsilah yang menjadi penghalang. Saya ingat hal seperti
ini pernah saya alami. Saya dipindahtugaskan dari ladang misi ke
sekretariat pusat organisasi misi. Saya tidak berpengalaman bekerja
di sekretariat pusat, jadi saya tidak yakin akan sanggup. Saya ada
dalam sebuah rapat komite yang mendiskusikan hal yang tak banyak
saya ketahui. Namun, saya ragu untuk mengakuinya dan bertanya. Saya
pikir orang-orang yang di sana mengira saya adalah orang yang
pandai. Saya sangat yakin pada saat itu bahwa bertanya hanya akan
membuat saya tampak bodoh. Jadi, saya tidak bertanya.

Dari waktu ke waktu, saya terus diundang ke pertemuan komite
keuangan. Setelah berbulan-bulan, saya baru menyadari bahwa saat
mereka mengatakan I.R.S., mereka sedang membicarakan orang-orang
pajak! Bayangkan saja, peran saya pasti penting dalam komite itu.
Seandainya dari dulu saya mengesampingkan gengsi saya dan
berinisiatif untuk bertanya, saya mungkin dapat lebih berguna.
Pemimpin tidak boleh melakukan hal seperti yang saya lakukan.
Pemimpin harus mengesampingkan gengsi dan dengan aktif mencari
informasi yang ia butuhkan untuk dapat mengerjakan tugasnya dengan
baik. Ia harus bertanya. Ia harus mau belajar dari orang lain.

Inisiatif diartikan sebagai semangat yang dibutuhkan untuk memulai
sesuatu. Bagaimana seorang pemimpin bisa mendapatkan semangat
seperti itu? Bagaimana seseorang bisa menjadi seseorang yang memulai
sesuatu? Satu-satunya hal yang dapat ia lakukan hanyalah melatih
dirinya untuk berpikir ke depan. Seorang pemimpin digambarkan
sebagai seseorang yang melihat lebih banyak, melihat lebih jauh
daripada orang lain, dan mereka juga melihat sesuatu sebelum orang
lain melihatnya.

Jika seseorang melatih dirinya untuk berpikir ke depan, ia akan
mendapat dua dampak positif bagi pekerjaannya. Pertama, ia akan
terhindar dari masalah. Ia akan menghindari perangkap dan lubang
dalam jalannya. Ia dapat bertanya kepada dirinya sendiri, "Jika kita
melakukan hal itu, apa yang akan terjadi? Lalu, apa hasilnya? Saat
kita melakukan hal itu, apakah yang kita lakukan akan menghasilkan
sesuatu yang kita harapkan? Jika tidak, lebih baik kita tidak usah
melakukannya." Kedua, dengan berpikir ke depan, seseorang dapat
menentukan tujuannya dan kelompoknya. Ia kemudian dapat
menimbang-nimbang cara terbaik untuk meraih tujuannya itu dan mulai
bertindak untuk mencapai tujuan.

Semua itu harus diiringi dengan doa dan pembacaan firman Tuhan. Jika
tidak, seorang pemimpin mungkin saja dipimpin oleh pemahamannya
sendiri atau merencanakan sesuatu menggunakan hikmat duniawi sebagai
penuntunnya. Pemimpin harus ingat bahwa kebenaran itu ada pada Yesus
Kristus. Buku-buku manajemen kepemimpinan sekular memang membantu,
namun sumber dasar kita adalah Allah. "Sebab yang bodoh dari Allah
lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah
lebih kuat dari pada manusia" (1Kor. 1:25).

0 komentar: